DIKTAT-DIKTAAN
TEORI
MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA
NO
|
DISARKAN DARI
|
ALASAN
|
PENDUKUNG TEORI
|
1.
|
INDIA (Gujarat, Malabar,
Coromandel, Bangal)
|
· Kesamaan mazhab
yaitu SYAFI’IY
· Kesamaan batu nisan
· Kemiripan sejumlah
tradisi dan arsitektur india dengan nusantara
|
Ø Prof. Pijnappel
Ø C. Snouck Hurgronje
Ø S. Q. Fatimy
Ø J. P. Moquette
Ø R. A. Kern
Ø R. O. Winstedt
Ø J. Gonda
Ø B. J. O. Schrieke
|
2.
|
ARAB ( Mesir dan Hadramaut “YAMAN”)
|
· Berdasarkan Kesamaan
mazhab Mesir dan Hadramaut “YAMAN” yaitu SYAFI’IY
|
Ø Crafurd
Ø Keyzer
Ø P. J. Veth
Ø Sayed Muhammad
Naquib Al-Attas
|
3.
|
PERSIA ( Kasan, Aburkukh dan Lorestan)
|
Berdasarkan
asumsi adanya kesamaan pada sejumlah tradisi keagamaan antara persia dengan
Indonesia seperti;
· Peringatan Asyura
atau 10 Muharram
· Sistem mengeja huruf
Arab dalam pengajaran Al-Quran khas persia untuk menyebut tanda bunyi harakat
pada setiap jabar (vokal “a” atau fathah), per atau zher ( vokal “i” atau kasrah), pes atau fyes ( vokal “u” atau dhammah)
· Huruf sin tanpa gigi
· Pemuliaan ahlul bait
dari keluarga Ali Bin Abi Thalib dan sebagainya
|
Ø P. A. Hosein
Djajadiningrat
Ø Robert N. Hasjmi
Ø Prof. Aboe Bakar
Atjeh
Ø Ph. S. Van Ronkel
|
4.
|
CINA
|
Berdasarkan
pada asumsi adanya unsur kebudayaan Cina dalam sejumlah unsur kebudayaan
Islam di Indonesia, terutama berdasarkan Kronik dari Klenteng Sampokong di
Semarang
|
Ø Prof. Slamet Muljana
Ø H. J. De Graaf
|
Pengertian wali songo
Kata “wali” berasal
dari bahasa Arab yang artinya pembela, teman dekat, dan pemimpin. Dalam
pemakaiannya wali biasanya di artikan sebagai orang yang dekat dengan Allah
SWT. Kata “songo” berasal dari bahasa
Jawa yang artinya sembilan. Maka, Wali Songo secara umum diartikan sebagai
sembilan wali yang dianggap telah dekat dengan Allah SWT. Bahkan ada yang
mengartikan bahwa Wali Songo (9 orang waliyullah) adalah penyiar penting agama
agama Islam di Jawa.
Wali songo sangat
berperan penting dalam penyebaran Islam di Indonesia khususnya di Jawa. Cara
penyebaran Islam yang dilakukan oleh para wali songo sangat menarik. Mereka
mampu menggunan metode-metode yang memudahkan ajaran Islam diterima oleh
berbagai golongan maayarakat.
Strategi
5:3:1 adalah strategi pembagian wilayah geografis Wali
Songo dalam menyebarkan agama islam di Pulau Jawa yaitu (Jawa Timur(5) : Jawa
tengah(3) : Jawa Barat(1). Halini dipengaruhi oleh kuat atau tidaknya pengaruh
kerajaan yang bercorak hindu-budha pada suatu daerah penyebaran ajaran Islam.
Jawa Timur mendapat perhatian besar dari para Wali. Di sini
ditempatkan 5 Wall dengan pembagian teritorial dakwah yang berbeda. Maulana
Malik Ibrahim, sebagai Wali perintis, mengambil wilayah dakwahnya di Gresik.
Setelah wafat, wilayah ini diambil alih oleh Sunan Girl. Sunan Ampel mengambil
posisi dakwahnya di Surabaya. Sunan Bonang sedikit ke utara di Tuban. Sedangkan
Sunan Drajat di Sedayu. Berkumpulnya kelima Wali di Jawa Timur adalah karna
kekuasaan politik saat itu berpusat di wilayah ini. Kerajaan Kediri di Kediri
dan Majapahit di Mojokerto.
Di Jawa Tengah, para Wali mengambil posisi di Demak,
Kudus dan Muria. Sasaran dakwah para Wali di Jawa Tengah tentu berbeda dengan
yang di Jawa Timur. Di Jawa Tengah, dapat dikatakan bahwa pusat kekuasaan Hindu
dan Budha sudah tidak berperan, tetapi realitas masyarakatnya masih banyak
dipengaruhi oleh budaya Hindu dan Budha. Sehingga dalam berdakwah, Wali Sanga
di Jawa Tengah ini banyak menggunakan instrumen budaya lokal, seperti wayang,
gong gamelan dan lain-lain, untuk dimodifikasi sesuai dengan ajaran Islam. Saat
berlangsung aktivitas ketiga Wali tersebut, pusat kekuasaan politik dan ekonomi
beralih ke Jawa Tengah, ditandai dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit dan
munculnya Kerajaan Demak, yang disusul kemudian dengan lahirnya Kerajaan Pajang
dan Mataram II. Perubahan kondisi politik seperti ini, memungkinkan ketiga
tempat tersebut mempunyai arti geostrategis yang menentukan.
Sedangkan di Jawa Barat, proses islamisasinya hanya
ditangani oleh seorang Wali, yaitu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
Dengan pertimbangan saat itu penyebaran ajaran Islam di Indonesia Barat,
terutama di Sumatera dapat dikatakan telah merata bila dibandingkan dengan
kondisi Indonesia Timur. Adapun pemilihan kota Cirebon sebagai pusat aktivitas
dakwah Sunan Gunung Jati, hal itu tidak bisa dilepaskan hubungannya dengan
jalan perdagangan rempah-rempah sebagai komoditi yang berasal dari Indonesia
Timur. Dan Cirebon merupakan merupakan pintu perdagangan yang mengarah ke Jawa
Tengah, Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Oleh karna itu, pemilihan Cirebon
dengan pertimbangan sosial politik dan ekonomi saat itu, mempunyai nilai
geostrategis, geopolitik dan geoekonomi yang menentukan keberhasilan Islam
selanjutnya.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi
Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam.
Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu
banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar
dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan
masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat “sembilan wali”
ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Masing-masing tokoh tersebut
mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik
Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit;
Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan
Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat
dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha.
Biografi dan Sejarah Wali Songo
Dalam penyiaran Islam di Jawa, wali songo dianggap
sebagai kepala kelompok dari sejumlah besar mubalight Islam yang
mengadakan di daerah-daerah yang belum memeluk agama Islam. Mereka adalah :
Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan
Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.
Untuk lebih mengenal Wali Songo, kepribadian dan
ketinggian akhlaknya, di bawah ini akan diuraikan perjuangan dan bagaimana
kajian dakwah yang di pakai oleh masing-masing dari kesembilan wali sogo
tersebut sebagai berikut ini :
Sunan Gresik
Nama aslinya adalah Maulana Malik Ibrahim, wafat di
Gresik, 12 Raiul awal 822/8 April 1419). Salah seorang dari wali songo yang di
yakini sebagai pelopor penyebaran Islam di Jawa. Ia juga di kenal dengan nama
Maulana Maghribi atau Syekh Maghrib, karena di duga berasal dari wilayah
Maghribi, Afika Utara. Adapula yang mengenalnya sebagai Jumadil Kubra. Akan
tetapi, masyarakat umum di Jawa lebih mengenalnya sebagai Sunan Gresik, karena
tempat tinggal untuk menyiarkan agama Islam dan pemakamannya berada di daerah
Gresik.
Malik Ibrahim
sudah belajar agama Islam sejak kecil, arena beliau dilahirkan dan di besarkan
di tengah keluarga Muslim yang taat beragama. Setelah dewasa, beliau menikah
dengan seorang putri bangsawan bernama Dewi Candrawulan, putri pertama Ratu
Campa yang telah menganut agama Islam dan merupakan istri Brawijaya, raja
Majapahit terakhir.
Ketika pertama kali beliau datang ke Jawa, pada mumnya
masyarakat itu adalah pemeluk agama Hindu/Budha dan berada di bawah
pemerintahan kerajaan Majapahit. Masyarakat menganut struktur social yang
berkasata, yaitu kasta Sudra, kasta Waisya,bkasta Ksatria, dan kasata
Brahmana.Sebelum menyiarkan agama Islam, beliau mendekati penduduk setempat
untuk mengenal adat istiadatnya terlebih dahulu. Dengan cara itu, Islam mudah
di terima oleh golongan yang menjadi sasaran penyebaran.
Metode dakwah yang beliau terapkan cukup unik dan
tepat, yaitu dengan membuka warung untuk berjualan kebutuhan sehari-hari dengan
harga murah, juga mengadakan pengobatan gratis. Beliau juga membangun msjid dan
pondok pesantren di dusun Pesucian, sekitar 9 km utara Kota Gresikpada tahun
801 H/1392 M.
Beliau mencoba merangkul masyarakat bawah, yaitu kasta
terendahdalam budaya Hindu. Metode ini ternyata berhasil, terbuktisedikit demi
sedikit masjid yang di bangun beliau ramai di kunjungi warga yang sudah memeluk
agama Islam. Dan Islam pun berkembang di pulau Jawa, bahkan di daerah-daerah
Nusantara.
Sunan Ampel (Campa, Aceh, 1401-Ampel,Surabaya,1481)
Nama aslinya Raden Rahmat Istrinya adalah seorang
putri Tuan yang bernama Nyai Ageng Manila. Dari pernikahan itu beliau mempunyai
4 orang anak, dan dua diantaranya aalah sunan yang tergabung dalam wali songo.
Sunan Ampel adalah penerus cita-cita dan perjuagan
Maulana Malik Ibrahim. Beliau memulai aktivitasnya dengan mendirikan pesantren
di Ampel Denta, Surabaya. Sehingga beliau dikenal dengan Pembina pondok
pesantren pertama di Jawa Timur. Di pesantren inilah beliau mendidik para
pemuda Islam untuk menjadi tenaga da’i yang akan di sebar keseluruh Jawa.
Sebagai seorang ulama yang giat berdakwah, Sunan Ampel
mempunyai ajaran yang terkenal dngan sebutan “molimo” . “Mo” berarti
tidak mau, sedangkan limo adalah 5 perkara. Jadi, “molimo” adalah tidak mau
melakukan 5 perkara yang terlarang. Kelima ajaran Sunan Ampel itu adalah:
1. Emoh Main, artinya tidak mau main judi
2. Emoh Ngumbi, artinya tidak mau minum-minuman yang memabukka.
3. Emoh Madat, artinya tidak mau mengisap candu atau ganja.
4. Emoh Maling, artinya tidak mau mencuri atau Kolusi.
5. Emoh Madon, artinya tidak mau main perempuan yang bukan isterinya
(zina).
Menurut Babad Diponegoro, Sunan Ampel sangat
berpengaruh dikalangan istana Majapahit. Kedekatan beliau tersebut memebuat
penyebaran Islam di Daerah kekuasaan Majapahit, khususnya di pantai utara Pulau
Jawa, tidak mendapat hambatan yang berarti, bahkan mendapat izin dari
penguasa kerajaan.
Sunan Ampel tercatat sebagai perancang kerajaan Islam
pertama di Pulau Jawa dengan ibu Kota Bintoro, Demak. Beliaulah yang
mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertama Demak, yang di pandang punya jasa
paling besar dalam meletakkan peran politik umat Islam di Nusantara. Disamping
itu, beliau juga ikut mendirikan Masjid Agung Demak pada tahun 1479.
Sunan Giri (Blambangan, pertengahan abad ke 15- Giri, 1506)
Nama aslinya Raden Paku, dikenal juga dengan
sebutan Prabu Satmata, kadang-kadang disebut juga dengan Sultan Abdul Fakih. Di
kenal sebagai Sunan Giri, karena beliau, mendirikan pesantren di dekat sebuah
gunung yaitu gunung giri dan berdakwah disana sampai akhir hayatnya dan
dimakamkan disana. Beliau adalah putra dari Maulana Ishak (adik dari Maulana
Ibrahim). Ibunya bernama Dewi Sekardadu dari Blambangan.
Raden Paku di angkat anak oleh seorang wanita kaya
bernama Nyai Gede Maloka, Babad Tanah Jawa disebut Nyai Ageng Tandes. Beranjak
dewasa Raden Paku belajar agama di Pondok Pesantren Ampel Denta pimpinan
Sunan Ampel. Di sana beliau menjadi teman akrab dengan putra Sunan Ampel yaitu
Maulana Makdum Ibrahim.
Dalam perjalanan beliau ke haji bersama Sunan Bonang,
mereka terlebih dahulu memperdalam ilmu pengetahuan di Pasai, yang ketika itu
menjadi tempat berkembangnya ilmu ketuhanan, keimanan, dan tasawuf. Di
sinilah Raden Paku sampai pada tingkat ilmu laduni, sehingg gurunya
menganugrahkan gelar ‘Ain al-Yaqin. Sebagai seorang ulama yang wara’,Sunan Giri
sangat-sangat berhati-hati dalam memutuskan masalah ubudiyah. Dalam
masalah ini beliau berpegang teguh pada ajaran al-Qur’an dan Hadis. Bahkan
beliau berpendapat “bahwa ibadah mau tidak mau harus sesuai dengan ajaran Nabi
saw, tidak booleh di campur adukan dengan adat istiadat yang bertolakk
belakang dengan ajaran tauhid”. Pendapatnya itu dilandasi oleh firman Allah:
“Dan sembahlah Allah dan janganlah Kamu mempersekutukan-Nya…”(QS. An
Nisa : 36)
Sunan Giri
terkenal sebagai pendidik yang berjiwa demokrasi, beliau mendidik anak-anak
melalui berbagai permainan yang berjiwa agama, misalya jelungan, jamuran, gendi
ferit, jor, gula ganti, cublak-cublak suweng, ilir-iilir, dan sebagainya.
Beliau juga dipandang sebagai orang yang sangat berpengaruh terhadap jalannya
roda Kesultanan Demak Bintiro (kesultanan demak)., sebab setiap kali muncul
maalah penting yang harus diputuskan, wal yang lain selalu menantikan
kepuutusan dan pertimbangannya.
Sunan Bonang (Ampel Denta, Surabaya, 1456-Tuban, 1525).
Sunan Bonang dikenal dengan nama Raden Maulana Makhdum
Ibrahimm, atau Raden Ibrahim (Makhdum adalah gelar yang bisa di berikan kepada
seorang ulama besar di India, dan berarti orang yang dihormati). Kemudian
beliau menikah dengan Dewi Hiroh, beliau memperoleh seorang putri yang bernama
Dewi Rukhil yang kemudian di persunting oleh Sunan Kudus.
Dalam kegiatan dakwahnya, beliau telah berhasil
mengubah jalan Raden Syahid dari kesesatan kemudian beliau membimbing
Raden Syahid dalam masala keagamaan sehingga Raden Syahid menjadi seorang
alim yang kemudian dikenal dengan julukan Sunan Kalijaga. Kegiatan dakwah
Sunan Bonang dipusatkan di sekitar Jawa Timur, terutama di daerah Tuban. Beliau
mendirikan Masjid Sangkal Dhaha. Dalam aktivitas dakwahnya, beliau beliau
mengganti nama dewa-dewa dengan nama nai dan malaikat dalam Islam dengan maksud
agar penganut agama Hindu dan Budha mudah diajak masuk agama Islam.
Mengingat orang-orang Hindu/Budha gemar memainkan seni
gamelan Jawa, maka Sunan Bonang menambahi dengan instrumen Bonang. Lirik-lirik
tembang yang diciptakannya sarat akan nilai-nilai ketuhanan. Tembang Tombo Ati
adalah salah satu karya beliau yang fenomenal. Tembang itu dipopulrkan oleh
Emha Ainun Najib sekitar tahun 1990, dan semakin populer setelah dinyanyikan
dan diaransemen oleh Opick.
Ajaran Sunan Bonang berintikan filasafat cinta atau
isyq. Menurutnnya, cinta sama dengan iman yaitu pengetahuan intutif (ma’rifat)
dan kepatuhan kepada Allah SWT.
Ajaran tersebut di sampaikannya melalui media
kesenian, dibantu murid utamanya, Sunan Kalijaga.
Sunan Bonang juga merupakan guru bagi Raden Fatah.
Karena, beliau telah memberikan pendidikan Islam kepada putra raja Majapahit
Prabu Brawija V tersebut, yang kemudian menjadi sultan pertama Demak.
Catatan-catatan pendidikam tersebut dikenal dengan “Suluk Sunan Bonang” atau
“Primbon Sunan Bonang”. Isu buku tersebut berbentuk prosa ala Jawa Tenagh,
kalimatnya sangat banyak dipengaruhi bahasa Arab,dan sampai sekarang antara
lain masih tersimpan di Universitas Laiden, Negeri Belanda.
Sunan Drajat (Ampel Denta, Surabaya , sekitar tahun 1470-Sedayu,
Gresik, pertengahan abad ke-16).
Nama aslinya adalah Masih Munat atau Raden atau juga
Syarifuddin. Beliau adalah putra Sunan Ampel yang kedua. Setelah menguasai
pelajaran agama dari sang ayah, beliau hijrah kedesa Drajat di Lamongan, dan
mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang sekarang bernama desa Drajat. DI
daerah inilah Sunan Drajat memusatkan dakwahnya, beliau juga memegang kendali
kerajaan di wilayah perdikan Drajat.
Sebagai seorang ulama’, beliau mengajarkan sifat
tawakal sebagai salah satu ajaran akhlaknya. Mengenai ajaran tawakal, beliau
menyatakan bahwa “apa yang terjadi pada diri manusia memang sudah ditentukan
oleh Allah Yang Maha Kuasa. Karena itu, manusia disamping harus menyerahkan
nasib kepada Allah, dia juga harus tetap berusaha. Dengan bertawakal secara
benar dan bersungguh-sungguh kebenaran janji Allah akan datang”. Hal itu sesuai
firman Allah yang dikutip oleh Sunan Drajat:
“Barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)-nya”. (QS. At-Talaq : 3).
Hal yang paling menonjol dalam dakwah Sunan Drajat
adalah perhatiannya yang sangat serius pada masalah-masalah sosial. Beliau
terkenal mempunyai jiwa sosial dan teman-teman dakahnya selalu berorientasi
pada kegotongroyongan. Beliu selalu memberi pertolongan kepada umum, menyantuni
anak yatim dan fakir miskin sebagai suatu proyek sosial yang dianjurkan agama
lslam.
Karena keberhasilannya menyebarkan Islam dan
menanggulangi kemiskinan, Sunan Drajat memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari
Raden Fatah, Sultan Demak 1 tahun saka 1442 atau 1520 M.
Sunan Gunung Djati (Mekkah, 1448-Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat)
Nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah. Beliaulah
pendiri dinastri raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten. Nama lain dari
Sunan Gunung Jati adalah Fatahillah atau Falatehan. Bahkan sumber lain
menyebutkan tujuh nama bagiannya, yaitu: 1). Muhammad Nuruddin, 2). Syekh
Nurullah, 3). Sayyid Kamil, 4). Bulkiyyah, 5). Syekh Azkurullah 6). Syarif Hidayatulllah,
7). Makdum Jati.
Sunan Gunung Jati adalah cucu raja Pajajaran, Prabu
Siliwangi. Yaitu, putra dari Nyai Lara Santang (anak kedua raja Pajajaran)
degan Maulana Sultan Mahmud (Syarif Abdullah), seorang bangsawan Arab yang
berasal dari Bani hasyim. Pernikahan mereka terjadi ketika Nyai Lara Santang
dan kakaknya Raden Walangsungsng pergi haji yang merupakan perintah guru mereka
yaiu Syekh Datu Kahfi (Syekh Nurul Jati) di Gunung Ngamparan Jati.
Settelah dewasa, Syarif Hidayatullah memilih berdakwah
ke tanah Jawa daripada menetap di tanah Arab. Beliau kemudian menemui Raden
Walangsungsang yang sudah bergelar Pangeran Cakrabuana. Setelah pamannya itu
wafat, beliau menggantikan kedudukan dan kemudian berhasil meningkatkan status
Cirebon menjadi sebuah kesultanan. Beliau kemudian terkenal dengan
dengan gelar Sunan Gunung Jati.
Menurut Purwaka Carunban Nagari, Sunan Gunnung Jati,
sebagai salah seorang wali songo, mendapat penghormatan dari raja-raja lain di
Jawa, seperti kerajaan Demak dan Pajang, karena kedudukannya sebagai raja dan
ulama, beliau di beri gelar Raja Pandita. Beliauu mengembangkan agama Islam ke
daerah daerahlain di Jawa Barat, seperti Majalengka, kuningan, kawli (Galuh),
Sunda Kelapa, dan Banten. Beliau meletakkan dasar bagi pengembangan Islam dan
perdagangan orang-orang Islam Banten pada tahun 1525 atau 1526. ketika beliau
kembali ke Cirebon, Banten di serHKn kepada anaknya, sultan Maulana Hasanudin
yang kemudian menurunkan raja-raja Banten.
Setelah Sunan Gunung Jati wafat, Cirebon mengalami
pasang surut. Kendati demikian, peranan histories keagamaan yang dijalankannya
tak pernah hilang.
Sunan Kudus (abad ke 15-Kudus, 1550)
Nama aslinya Ja’far Sadiq, tetapi sewaktu kecil
dipanggil Raden Undung,. Kadang beliau dipanggil dengan Raden Amir Haji, sebab
ketika menunaikan ibadah haji beliau bertindak sebagai pemimpi rombongan
(amir).
Sunan Kudus adaah putra Raden Usman Haji, yang
menyiarkan Islam di daerah Jipang Panoalan, Blora. Sedangkan Sunan Kudus
sendiri menyiarakan agama Islam di daerah Kudus dan sekitarnya, dan beliau
memiliki keahlian khusus dalam bidang ilmu agama, terutama dalam ilmu fiqih,
ushul fiqh, tauhid, tafsir, serta logika. Oleh sebab itu, diantara wali songo
yang lain, hanya beliaulah yang dijuluki al-‘alim (orang yang luas ilmunya).
Disamping menjadi juru dakwah, Sunan Kudus juga
menjadi panglima perang Kesultanan Demak Bintoro yang tangguh, dan dipercaya
untuk mengendalikan pemerintahan di daerah Kudus, sehigga beliau menjadi
pemimpin pemerntahan sekaligus pemimpin aga,ma di daerah tersebut.
Pada tahun 986 H atau 1549 M, Sunan Kudus Menunaikan
Haji. Saat itu pul beliau singgah ke Bait al-Maqdis (al-Quds) untuk memperdalam
ilmu agama. Disana, beliau mendapat semacam amanat berbahasa Arab yang tertulis
di atas batu. Inti pesan itu adalah menyuruh Sunan Kudus mendirikan masjid dan
menanamkan syiar Islamnya dengan nama Kudus, bila beliau kembali ke pulau Jawa.
Dan akhirnya terciptalah Masjid Manara dan daerah bernama Kudus. Hingga kini
pesan yang dituliskan Arab di atas batu tersebmasih tersimpan di mihrab.
Seperti sunan yang llainnya, dalam menyiarkan Islam
Sunan Kudus tidak menghilangkan ciri atau budaya Hindu. Bahkan sampai sekarang
di daerah Kudus ada pelarangan untuk menyembelih sapi. Hal itu merupakan sebuah
penghormatan Sunan Kudus terhadap masyarakat yang mayoritas memeluk agama
Hindu.
Selain sebagai mubaligh, beliau juga dikenal sebagai
pujanga mengarang cerita-cerita bernafaskan Islam, sebagai pendukungan
dalam melaksanakan dakwahnya. Karangan cerita beliau yang palig terkenal
adalah Gending Maskumambang dan Mijil.
Sunan Kalijaga (akkhir abad ke-14 pertengahan abad ke-15)
Nama Kalijaga konon berasal dari rangkaian bahassa
Arab “qodi zaka” yang berarti pelaksana dan membersihkan. Qadizaka yang
kemudian menurut lidah dan ejaan menjadi Kalijaga berarti pemimpin atau
pelaksana yang menegakkan kebersihan dan kesucian. Nama kecilnya adalah Raden
Mas Syaid atau sa’id putra Walitika adipati Tuuban, dan kadang-kadang dijuluki
Syekh Malaya.
Salah satu sifat yang menonjol dari Raden Mas Syahid
kecil adalah sifat welas asih (kasih sayang). Sikap kasih sayang tersebut
terutama ditunjukan kepada rakyat kecil yang banyak menderita. Bahkan pada masa
remajanya perasaan kasih sayang tersebut diwujudkan secara berlebihan.
Daerah dakwah Sunan Kalijaga tidak terbatas, bahkan
sebagai mubaligh beliau berkeliling dari satu daerah ke daerah lain. Karena
system dakwahnya yang intelek dan actual, maka para bangsawan dan cendikiawan
sangat simpati terhadapnya, demikian juga lapisan masyarakat awam, bahkan
pengsaha.
Dunsn Kalijaga yang berasal dari lingkungan keraton
Majapahit menyebarkan Islam dengan memanfaatkan sarana wayang yang digemari
masyarakat pedalaman Jawa. Salah satu contohnya adalah Wayang Purwa.
Pengetahuan dibidang seni melatar belakangi pendekatan kebudayaan yang
digunakannya dalam menyebarkan agama Islam.
Dalam menjalankan dakwahnya, Sunan Kalijaga tidak
membangun pesantren sepert yang dilakukan oleh para wali lainnya. Beliau lebih
cenderung dengan berkelana dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya. Dalam
metode dakwahnya, kepercayaan da adat istiadat setempat tidak ditentan begitu
saja, bahkan beliau jadikan sebagai sarana dakwah.
Sunan Muria (abad ke-15- abad ke-16)
Nama aslinya Raden Umar Said atau Raden Said,
sedangkan nama kecilnya adalah Raden Prawoto, namun beliau lebih terkenal
dengan nama Sunan Muria karena pusat kegiatan dakwahnya dan makamnya terletak
di gunung Muria (18 km di sebelah utara kota Kudus sekarang).
Ciri khas Sunan Muria dalam upaya menyiarkan agama
Islam adalah menjadikan desa-desa terpencil sebagai tempat dakwahnya. Beliau
lebih suka menyendiri dan bertempat tinggal di desa dan bergaul dengan rakyat
iasa.
Beliau mendidik rakyat di sekitar gunung Muria. Cara
yag ditempuhnya dalam menyiarkan agama Islam adalah dengan mengadakan
kursus-kursus bagi bagi kaum pedagang, para nelayan dan rakyat biasa. Beliau
juga banyak menggunakan metode pendekatan kebudayaan yang bertujuan untuk
menarik rakyat golongan bawah masuk Islam. Misalnya, dengan menggunakan
pertunjukan kesenian yang digemari masyarakat setempat.
Sunan Muria juga terkenal sebagai pendukung setia
Kesultanan Demak Bintiro dan berperan serta dalam mendirika masjid Demak. Dalam
rangka dakwah melalui budaya, beliau menciptakan tembang dakwah Sinom dan
Kinanti. Sinom adalah sejenis tembang Jawa yang pada umumnya menampilkan
suasana yang dapat menyentuh hati. Sedangkan kinanti pada umumnya berisi
tentang syair-syair yang bersuasana senang, gembira, penuh kasih sayang dan
rasa cinta.
Kajian Dakwah wali Songo
Pada dasarnya metode dakwah wali songo awalnya
terdapat dua macam, yaitu : mengislamisasikan adat dan murni menurut Islam.
Dari kedua metode tersebut tidak dipraktekkan sekaligus secara bersamaan.
Karena, tidak semua daerah tempat para wali songo berdakwah dapat dapat
menerima metode tersebut. Ada yang hanya dapat menerima salah-satunya saja.
Kebanyakan para sunan terlebih dahulu menggunakan
metode yang pertama, yaitu mengislamisasikan adat. Maksudnya, para sunan
menggunakan adat dan kepercayaan yang dianut maayarakat setempat sebagai alat
dakwah mereka. Dengan demikian, metode yang kedua dapat digunakan setelah
metode yan pertama berhasil.
Dan telah dijelaskan bahwa pulau Jawa yang merupakan
pusat mereka berdakwah, masyarakatnya mayoritasberagama Hindu/Budha. Dengan
demikian tidaklahefektif bila langsung menggunakan metofe kedua, yaitu murni
menurut Islam. Janganka diterima dengan tangan terbuka, masyarakat bisa saja
menolak mentah-mentah dengan mengusir bahkan bisa saja membunuh sunan yang akan
berdakwah di daerah tersebut. Karena mereka merasa terganggu akan kehadiran
sunan yang secara tiba-tiba menyatakan bahwa agama yang mereka anut adalah
sesat.
Melihat dari sejarahnya, metode yang digunakan dalam
menyebarkan agama Islam oleh wali songo disesuaikan dengan situasi dan kondisi
daerah yang akan dijadikan tempat mereka berdakwah. Dan seperti yang
telah dijelaskan di atas, para wali tidak menghilangkan adat mereka. Akan
tetapi, mengubah adat mereka menjadi adat dengan nuansa Islam.
Kesimpulan
Dari penjelasan dan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa, Agama Islam mulai dikenal banyak oleh bangsa Indonesia karena adanya
semangat dakwah yang tinggi dari sembilan wali atau yang terkenal dengan
sebutan wali songo dalam menyebarkan agama Islam. Wali Songo itu sendiri adalah
9 ulama’ yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Mereka adalah :
1. Sunan Gresik, nama aslinya Maulana Malik
Ibrohim.Wafat pada tanggal 12 Rabiul awal 822/8 April 1481. kajian
dakwahnya denga berdagang.
2. Sunan Ampel, nama aslinya Raden Rahmat. Lahir
di Campa, Aceh th 1401 dan wafat di Ampe, Surabaya h 1481. kajian dakwahnya
berawal dengan membangun pesantren.
3. Sunan Bonang, dikenal dengan nama Raden
Maulana Makhdum Ibrahimm, atau Raden Ibrahim (Makhdum adalah gelar yang bisa di
berikan kepada seorang ulama besar di India, dan berarti orang yang dihormati).
4. Sunan Giri, nama aslinya Raden Paku. Lahir di
Blambangan pada pertengahan abad ke-15 dan wafat di Giri th 1506. kajian dakwahnya
bersisfat permainan yang berjiwa agama.
5. Sunan Bonang, nama aslinya Raden Maulaa
Makhdum Ibrahim. Lahir di Aampel Denta, surabaya th 1464 dan wafat di Tuban
pada th 1525. Kajian dakwahnya dengan jalan seni.
6. Sunan Drajat, nama aslinya Masih Munat. Lahir
di Ampel Denta, Surabaya sekitar tahun 1470 dan wafat di Sedayu, Gresik
pertengahan abad ke-16. kajian dakwahnya bersifat sosial.
7. Sunan Gunung Jati, nama aslinaya Syarif
Hidayatullah. Lahir di Mekkah pada th 1448 dan wafat di Gunng Jati, Cirebon,
Jawa Barat th 1570. Kajian dan dakwahnya dengan politi dan sosial.
8. Sunan Muria, nama aslinya Umar Said atau
Raden Sahid. Lahir pada abad ke-15 dan wafat pada abad ke-16. Kajian dakwahnya
dengan mengadakan kursus-kursus bagi kaum pedagang, para nelayan, dan rakyat
biasa.
9. Sunan Kudus, nama aslinya Ja’far Sadiq. Lahir
pada ke-15 dan wafat di Kudus th 1550. kajian dakwahnya dengan pendekatan
kultural, yaitu menciptakan berbagai cerita keagamaan.